![]() |
Sumber:Pixabay |
Izinkan Aku
Karya Theodora. Ch. Tuakora
Lewat hembus angin, izinkan aku bicara
Memberimu secuil sapa
Lalu lanjut ke cengkrama
Namun pertama-tama, izinkan aku perkenalkan nama
Namaku "LAUT",
teduh, tenang, ramah,tapi tak jarang berbahaya
Lewat gulungan ombak, izinkan aku bercerita
Tentang biruku yang indah
Biru penyejuk mata, penenang jiwa
Biruku, biru yang sama kini telah tertutup sampah
Biruku kini nyaris sirna
Biruku segera punah
Biruku terancam hilang, karena manusia serakah
Lewat lambaian nyiur, izinkan aku bersaksi
Tentang noda minyak dan limbah keji
Menerobos nadi, mencemari hati
Aku jijik, sangat benci.
Lewat hamparan pasir, izinkan aku menulis
Tentang nasibku yang miris
Aku menangis. "LAUT" menangis.
Air mata laut habis
Tertindas sikap manusia sadis
Lewat kicau burung, Izinkan aku berbisik
Tentang resah yang mencengkram
Kecewa tak kunjung padam
Derita menjelma jadi dendam
Jika kau tanya, apakah aku marah ?
Jawabnya Ya, aku marah
Namun, kucoba tenang
Memberimu nyaman dan aman
Hingga kau ubah sudut pandang
Kini, Izinkan aku meminta
Lewat aksara sederhana
Lewat kalimat penuh asa
Cintailah aku. Cintailah "LAUT".
Maka aku, si biru yang bebas
Akan mencintaimu tanpa batas
Jaga aku, rawat diriku
Jangan lagi kau rusak aku
Rusakku adalah rusak ribuan makhluk
Kau cukup muliakan aku, maka kesejahteraan jadi milikmu
Ini aku, genggam tanganku !
Berjanjilah padaku,
Kau setia bekerjasama denganku
Mutualisme milik kau dan aku
Seratus, seribu, sepuluh ribu, bahkan tak hingga banyak tahun
Izinkan aku tetap hidup,
Izinkan aku !
![]() |
Sumber:Pixabay |
Lautan Negeriku
Karya Mary Jessica Pakpahan
Ketika sang raja siang terbangun dari sudut bagian bumi Indonesia
Sinarnya yang indah begitu mempesona
Seakan mengajakku untuk terus bersemangat
Suara ombak yang begitu riuh bergelora
Menandakan kemahakuasaan Tuhan sang pencipta
Bentang alam lautan yang elok permai
Kicauan burung bernyanyi dengan merdu di cakrawala yang luas
Lautan yang membiru terlihat indah sejauh mata memandang
Angin yang berhembus seakan membisikan
Laut ini haruslah kau jaga keindahannya
Oh lautku
Betapa indahnya dirimu
Terumbu karang yang beraneka ragam warna
Ikan yang begitu lincah berenang bebas
Hamparan pasir putih yang membentang di seluruh pulau negeri ini
Tapi sayang
Kecantikanmu kini mulai pudar
Maafkan kami yang kurang menjaga kelestarianmu
dari yang biru menjadi coklat
dari yang bersih menjadi kotor
Oh lautku
Aku ingin selalu menjagamu
Kekayaan alammu tak kalah tersaingi oleh daratan yang begitu banyak mahluk serakah
Kini kusadari kau adalah ciptaan Tuhan yang begitu indah
Aku ingin kau tetap indah sampai ku menutup mata
![]() |
Sumber: Pixabay |
Tanda Tanya
Karya Bruri Renwarin
Hiruk pikuk bisikan angin yang meniup
Menjabah kulit serasa di kutub
Dibawah langit ku menatap dan bersandar
Senandung burung sayup-sayup terdengar
Ombak berdiskusi dengan karang
Bertanya tentang tuan-tuan yang pecundang
Rumpu laut pun bergoyang seakan mendukung persaksian
Ikan-ikan dan kawan-kawan, terdiam redup menutup kesedihan
Tapi tuan hancurkan bagai penjajah
Kusebut rumput laut bagai harta
Tapi tuan ambil dan begitu serakah
Kusebut ikan bagai keluarga
Tapi tuan jalah dengan paksa
Meracuni dengan sengaja
Dan pergi sambil tertawa tanpa bersalah
Laut adalah negeri dibawah sang surya
Surga bagi para biota
Diciptakan oleh Sang Kuasa
Bagi aku kamu,dan mereka
Menabur sampah bukan cara mencintai
Bom dan racun adalah ego yang hakiki
Memikat dengan pukat itu menghianati
Merusak dan pergi bukti tak menghargai
Perut mereka berdering,
Dengan lauk dari negeriku
Kantong mereka tak kering,
Dengan harta dari rumahku
Dibalasnya, Apakah kalian bisa tanpa aku?
![]() |
Sumber:Liputan 6 |
Kapata dari Laut
Karya Hendra Wattimena
Jika semua terdiam dan tertidur pulas
Maka izinkan beta bersuara, di tengah-tengah lautan biru
Beta berdiri, di antara pulau-pulau yang mengelilingi
Izinkan beta bersuara lantang, lewat bait-bait mantra,
Lewat alunan-alunan kapata, dalam larik-larik puisi ini
Agar telinga-telinga lebih peka lalu lihat ke timur nusantara
Pattimura sedang menangis, Martha Christina sedang bersedih
Karena anak cucu mereka ditinggal pergi
Apakah kami bukan anak Ibu Pertiwi?
Di mana Bapak kami?
Siapa Ibu kami?
Mengapa kami masih dianaktirikan?
Wahai tuan-tuan berdasi
Di dalam laut kami yang biru
Emas, permata, mutiara dan berlian berkilau
Tapi di darat kami masih makan debu
Menelan janji manis orang istana
Jadi provinsi termiskin, di atas laut kami yang kaya
Tiga WPP penyumbang kas negara
Tapi apa?
Mau bangun LIN dan Ambon New Port saja
Kami Harus mengemis dan menangis
Kata negara mereka tak punya uang
Omong kosong!
Kalian memang tak peduli kami
Ibu kota baru dibangun, kereta cepat di mana-mana
Di Jawa jalan tol tumbuh subur, sirkuit dibangun di Mandalika
Tapi tidak dengan Maluku yang masih saja menderita
Dan makan sisa-sisa pembangunan
Laut kami yang subur, di sana ada ikan-ikan berenang
Negara datang lalu angkut semua, tinggalkan kami batu karang
Dan sisakan kami tulang-tulang
Ingat tuan-tuan, kami juga Merah Putih!
Delapan provinsi, awal berdirinya negara ini Maluku ada di sana
Jika tanpa kami negara ini tak akan ada
Tujuh puluh enam tahun sudah kami bersama Ibu Pertiwi
Namun masih jauh dari kata sejahtera
Biarkan kami mengelola laut kami
Cobalah peduli dengan kami
Kami bukan anak tiri
Puisi ini adalah peringatan
Jangan buat kami marah
Dan teriak merdeka
Posting Komentar untuk "Kumpulan Puisi Penyair Muda Maluku Bertema Laut "